BAB I
PENDAHULUAN
1.Latar Belakang
Reformasi
yang terus berproses, hingga kini telah ditandai oleh sejumlah perubahan
kebijakan negara mulai dari tingkat peraturan perundang-undangan
(undang-undang) sampai undang-undang dasar (UUD 1945). Perubahan kebijakan
negara, selain sudah menjadi tuntutan dan kehendak reformasi, juga bertujuan
hendak menata ulang sistem kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang selama
ini tidak demokratis. Dimana sebelumnya, sepanjang masa orde baru desain
kebijakan negara yang dibuat hanya untuk melegitimasi kepentingan penguasa yang
dipakai sebagai sarana merepresi hak-hak rakyat. Paradigma adalah pandangan
mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan suatu
cabang ilmu pengetahuan. Suatu paradigma mengandung sudut pandang, kerangka
acuan yang harus dijalankan oleh ilmuwan yang mengikuti paradigma tersebut.
Dengan suatu paradigma atau sudut pandang dan kerangka acuan tertentu, seorang
ilmuwan dapat menjelaskan sekaligus menjawab suatu masalah dalam ilmu pengetahuan.
Sejumlah kebijakan negara yang telah dibuat pemerintah bersama DPR, sejak
Pemerintahan Habibie (Mei 1998 - Oktober 1999) hingga pemerintahan Megawati
(2001 - sekarang) diantaranya yang terpenting adalah UU dibidang politik, UU
tentang Pers, Kekuasaan Kehakiman, HAM dan Pengadilan HAM, Pemberantasan
Korupsi/KKN, Otonomi Daerah serta UU tentang Kepolisian. Selain itu, UUD 1945
yang dahulu disakralkan telah diubah oleh MPR dan telah memasuki tahap ke-empat
atau fase terakhir dari seluruh perubahan UUD 1945.
Istilah
paradigma makin lama makin berkembang tidak hanya di bidang ilmu pengetahuan,
tetapi pada bidang lain seperti bidang politik, hukum, sosial dan ekonomi.
Paradigma kemudian berkembang dalam pengertian sebagai kerangka pikir, kerangka
bertindak, acuan, orientasi, sumber, tolok ukur, parameter, arah dan tujuan.
Sesuatu dijadikan paradigma berarti sesuatu itu dijadikan sebagai kerangka,
acuan, tolok ukur, parameter, arah, dan tujuan dari sebuah kegiatan. Dengan
demikian, paradigma menempati posisi tinggi dan penting dalam melaksanakan
segala hal dalam kehidupan manusia.
BAB II
PEMBAHASAN
Pancasila sebagai Paradigma
Reformasi
Negara Indonesia ingin
mengadakan suatu perubahan, yaitu menata kembali kehidupan berbangsa dan
bernegara demi terwujudnya masyarakat madani yang sejahtera, masyarakat yang
bermartabat kemanusiaan yang menghargai hak-hak asasi manusia, masyarakat yang
demokratis yang bermoral religius serta masyarakat yang bermoral kemanusiaan
dan beradab. Munculnya reformasi seolah menandai adanya jaman baru bagi
perkembangan perpolitikan nasional sebagai anti-tesis dari Orde Baru yang
dikatakan sebagai pemerintahan korup dan menindas, dengan konformitas
ideologinya.
Pada hakikatnya
reformasi adalah mengembalikan tatanan kenegaraan kearah sumber nilai yang
merupakan platform kehidupan bersama bangsa Indonesia, yang selama ini
diselewengkan demi kekuasaan sekelompok orang, baik pada masa orde lama maupun
orde baru. Proses reformasi walaupun dalam lingkup pengertian reformasi total harus
memiliki platform dan sumber nilai yang jelas dan merupakan arah, tujuan, serta
cita-cita yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Reformasi itu
harus memiliki tujuan, dasar, cita-cita serta platform yang jelas dan bagi
bangsa Indonesia nilai-nilai Pancasila itulah yang merupakan paradigma
reformasi total tersebut.
Maka pada prinsipnya, tuntutan reformasi
sistem manajemen kehidupan bangsa secara menyeluruh itulah yang memerlukan
adanya reformasi kebijakan politik dan reformasi sistem hukum, supaya manajemen
nasional itu dapat dikembalikan kepada sistem menurut konsep dasarnya sendiri
secara konstitusional.
A.
Arah Langkah Reformasi
Secara teori setidak-tdaknya ada dua metode pilihan
untuk memperbaharui keadaan pemerintah yang demikian kondisinya.
Pertama:
Melakukan
revolusi total dengan gerak cepat memperbaharui segala sesuatunya, mulai dari
penemuan konstitusi sebagai induk hukum kenegaraan yang kemudian disusul oleh
reformasi kelembagaan-baik di level pusatmaupun daerah.
Kedua:
Dengan
cara menciptakan kondisi temporer dan transisional, untuk
kemudian
secara gradual mereformasi struktur kekuasaan dan garis kebijakanpolitik dengan
paradigma baru, sesuai dengan tuntutan masyarakat dan rakyat yang tadinya
diperintah secara tidak wajar.
Oleh
karena itulah, maka menurut pemikhran dan kebijakan yang rasional,untuk
keberhasilan langkah-langkah reformasi itu, diperlukan kondisi yang tenang,
kontak-kontak sosial yang toleran, untuk secara kekeluargaan dan musyawarah
menyusun konsep kebijakan yang baru dan merealisirnya secara teratur, tertib,
dan terhormat, selaku bangsa yang memiliki nilai-nilai luhur dan keprib`dian
sebagai manusia dan warga yang beriman dan bertaqwa.dimana prinsip-prinsip
kebijakan antara lain:
·
Kedaulatan
Rakyat Dengan Prinsip Partisipatif Langsung Dan Penghormatan Hak Asasi Untuk
Mengubah Paradigma “State Oriented”, “Kedaulatan Reprentative” Dan “Paham
Integralistik”
·
Negara
Hukum Dengan Prinsip Penegakan Supremasi Hukum Yang Adil, Responsive dan
Akomodatif Untuk Mengubah Paradigma Negara Kekuasaan.
·
Pembagian Kekuasaan Dengan Prinsip
Keseimbangan Dan Kontrol Atau “Power Limit Of Power” Untuk Mengubah Paradigma
Pemusatan
·
Desentralisasi
Dengan Semangat Penguatan Basis Lokal Untuk Mengubah Paradigma Sentralisasi
Atau Desentralisasi Yang Tidak Memberdayakan Dan Memandirikan Masyarakat.
·
Pluralistik
Dengan Semangat Toleransi dan Anti Diskriminasi Untuk Mengubah Konsepsi
Paradigma Monolistik.
B.
Gerakan Reformasi
Pelaksanaan
GBHN 1998 pada pembangunan Jangka Panjang II Pelita ke tujuh bangsa Indonesia
menghadapi bencana hebat, yaitu dampak krisis ekonomi Asia terutama Asia
Tenggara sehingga menyebabkan stabilitas politik menjadi goyah. Sistem politik
dikembangkan kearah sistem "Birokratik Otoritarian" dan suatu sistem
"Korporatik". Sistem ini ditandai dengan konsentrasi kekuasaan dan
partisipasi didalam pembuatan keputusan-keputusan nasional yang berada hampir
seluruhnya pada tangan penguasa negara, kelompok militer, kelompok cerdik
cendikiawan dan kelompok pengusaha oligopolistik dan bekerjasama dengan
mayarakat bisnis internasional.Awal keberhasilan gerakan reformasi tersebut
ditandai dengan mundurnya Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998, yang
kemudian disusul dengan dilantiknya Wakil Presiden Prof. Dr. B.J. Habibie
menggantikan kedudukan Presiden. Kemudian diikuti dengan pembentukan Kabinet
Reformasi pembangunan Pemerintahan Habibie inilah yang merupakan pemerintahan
transisi yang akan mengantarkan rakyat Indonesia untuk melakukan reformasi
secara menyeluruh, terutama perubahan paket UU politik tahun 1985, kemudian
diikuti dengan reformasi ekonomi yang menyangkut perlindungan hukum. Yang lebih
mendasar reformasi dilakukan pada kelembagaan tinggi dan tertinggi negara yaitu
pada susunan DPR dan MPR, yang dengan sendirinya harus dilakukan melalui Pemilu
secepatnya dan di awalai perubahan:
·
UU tentang susunan dari kedudukan MPR,DPR,dan
DPRD (UU No.16/ 1969jis UU No. 5/1975 dan UU No.2/1989).
·
UU tentang partai politik dan golongan karya (UU
No.3/1975,jo.UU No. 3/1985).
·
UU tentang pemilihan umum (UU No.16/1969 jis UU
No.4/1975, UU No.2/1980 dan UU No.1/1985)
Reformasi UU
politik tersebut harus benea benar dapat mewujudkan politik yang demokratis
sesuai dengan kehendak pasal 1 ayat (2) UUD 1945.
v Gerakan
Reformasi dan Ideologi Pancasila
Arti
Reformasi secara etimologis berasal dari kata reformation dengan akar kata
reform yang artinya "make or become better by removing or putting right
what is bad or wrong". Secara harfiah reformasi memiliki arti suatu
gerakan untuk memformat ulang, menata ulang atau menata kembali hal-hal yang
menyimpang untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan
nilai-nilai ideal yang dicita-citakan rakyat. Oleh karena itu suatu gerakan
reformasi memiliki kondisi syarat-syarat sebagai berikut :
a)
Suatu gerakan reformasi dilakukan karena adanya
suatu penyimpangan-penyimpangan.Misalnya pada masa orde baru, asas kekeluargaan
menjadi nepotisme, kolusi dan korupsi yang tidak sesuai dengan makna dan
semangat UUD 1945.
b)
Suatu gerakan reformasi dilakukan harus dengan
suatu cita-cita yang jelas (landasan ideologis) tertentu. Dalam hal ini
Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia.
c)
Suatu gerakan reformasi dilakukan dengan
berdasarkan pada suatu kerangka struktural tertentu (dalam hal ini UUD) sebagai
kerangka acuan reformasi.
d)
Reformasi
dilakukan ke arah suatu perubahan kondisi serta keadaan yang lebih baik dalam
segala aspek antara lain bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, serta
kehidupan keagamaan.
e)
Reformasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan
etika sebagai manusia yang berketuhanan Yang Maha Esa, serta terjaminnya
persatuan dan kesatuan bangsa.
C.
Pancasila
sebagai Dasar Cita-cita Reformasi
Menurut
Hamengkubuwono X, gerakan reformasi harus tetap diletakkan dalam kerangka
perspektif Pancasila sebagai landasan cita-cita dan ideologi sebab tanpa adanya
suatu dasar nilai yang jelas maka suatu reformasi akan mengarah pada suatu
disintegrasi, anarkisme, brutalisme pada akhirnya menuju pada kehancuran bangsa
dan negara Indonesia. Maka reformasi dalam perspektif Pancasila pada hakikatnya
harus berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang
adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan serta berkeadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Ada secara rinci sebagai berikut.:
·
Reformasi yang berketuhanan yang maha esa yang
berarti bahwa suatu gerakan kea rah perubahan harus mengarah pada suatu kondisi
yang lebih baik bagi kehidupan manusia sebagai mahkluk tuhan.maka reformasi
harus berlandaskan moral religiusdan hasil reformasiharus meningkatkan
kehidupan keagamaan.
·
Reformasi yang berkemanusiaan yang adil dan
beradab yang berarti bahwa Reformasi harus dilakukan dengan dasar-dasar
nilai-nilai martabat
Manusia
yang berdab.oleh karena itu reformasi harus dilandasi oleh moral
Yang
menghargai nilai-nilai kemanusiaan,kemanusiaan yang luhur, menjujung tinggi
nilai-nilai kemanusiaan
·
Reformasi harus berdasarkan pada nilai-nilai
pesatuan.Reformasi harus menjamin tetap tegaknya Negara dan bangsa
Indonesia.
·
Semangat dan jiwa reformasi harus berakar pada
asas kerakyatan sebab justru permasalahan dasar gerakan reformasi adalah pada
prinsip kerakyatan.
·
Visi dasar reformasi harus jelas, yaitu demi
terwujudnya keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila sebagai
sebagai sumber nilai memiliki sifat yang reformatif artinya memiliki aspek
pelaksanaan yang senantiasa mampu menyesuaikan dengan dinamika aspirasi rakyat.
Dalam mengantisipasi perkembangan jaman yaitu dengan jalan menata kembali
kebijaksanaan-kebijaksanaan yang tidak sesuai dengan aspirasi rakyat.
D.
Pancasila
sebagai Paradigma Reformasi Hukum
Setelah
peristiwa 21 Mei 1998 saat runtuhnya kekuasaan Orde Baru, salah satu subsistem
yang mengalami kerusakan parah adalah bidang hukum. Produk hukum baik materi
maupun penegaknya dirasakan semakin menjauh dari nilai-nilai kemanusiaan,
kerakyatan serta keadilan.Kerusakan atas subsistem hukum yang sangat menentukan
dalam berbagai bidang misalnya, politik, ekonomi dan bidang lainnya maka bangsa
Indonesia ingin melakukan suatu reformasi, menata kembali subsistem yang
mengalami kerusakan tersebut.
Reformasi
dalam bidang hukum mempunyai arti penting guna membangun desain kelembagaan
negara demokratik. Dalam membangun sistem politik demokrasi yang
dicita-citakan, hukum harus memberi kerangka struktur organisasi formal bagi
bekerjanya pranata-pranata politik, juga menumbuhkan akuntabilitas normatif
dalam proses pengambilan keputusan dan meningkatkan kapasitas sebagai sarana
penyelesaian konflik politik. Upaya-upaya reformasi hukun diartikan tidak saja
sebagai penggantian atau pembaharuan perundang-undangan akan tetapi juga
perubahan asumsi dasar dari sebuah tata hukum yang berlandaskan ide-ide
diskriminatif dan ketidakmerataan sosial menjadi ide-ide persamaan dimuka hukum
dan keadilan sosial. Reformasi hukum juga mengandung makna dipilihnya strategi
adaptasi atas perkembangan nilai-nilai hukum yang secara internasional
disepakati.
v Dasar Yuridis Reformasi Hukum
Reformasi total
sering disalah artikan sebagai dapat melakukan perubahan dalam bidang apapun
dengan jalan apapun. Jika demikian maka kita akan menjadi bangsa yang tidak
beradab, tidak berbudaya, masyarakat tanpa hukum, menurut Hobbes disebut
keadaan "homo homini lupus", manusia akan menjadi serigala manusia
lainnya dan hukum yang berlaku adalah hukum rimba.UUD 1945 beberapa pasalnya
dalam praktek penyelenggaraan negara bersifat multi interpretable (penafsiran
ganda), dan memberikan porsi kekuasaan yang sangat besar kepada presiden
(executive heavy). Akibatnya memberikan kontribusi atas terjadinya krisis
politik serta mandulnya fungsi hukum dalam negara RI.
Berdasarkan isi yang terkandung dalam
Penjelasan UUD 1945, Pembukaan UUD 1945 menciptakan pokok-pokok pikiran yang
dijabarkan dalam pasal-pasal UUD 1945 secara normatif. Pokok-pokok pikiran
tersebut merupakan suasana kebatinan dari UUD dan merupakan cita-cita hukum
yang menguasai baik hukum dasar tertulis (UUD 1945) maupun hukum dasar tidak
tertulis (Konvensi).
Selain itu dasar yuridis Pancasila
sebagai paradigma reformasi hukum adalah Tap MPRS No.XX/MPRS/1966 yang
menyatakan bahwa Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum di
Indonesia, yang berarti sebagai sumber produk serta proses penegakan hukum yang
harus senantiasa bersumber pada nilai-nilai Pancasila dan secara eksplisit
dirinci tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia yang bersumber
pada nilai-nilai Pancasila.
Berbagai macam
produk peraturan perundang-undangan yang telah dihasilkan dalam reformasi hukum
antara lain :
·
UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik
·
UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu
·
UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan
Kedudukan MPR, DPR dan DPRD
·
UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
·
UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
·
UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN.
Pada tingkatan Ketetapan MPR telah dilakukan
reformasi hukum melalui Sidang Istimewa MPR pada bulan Nopember 1998 yang menghasilkan
ketetapan- ketetapan:
·
Tap No. VIII/MPR/1998 tentang Pencabutan
Referendum
·
Tap No. IX/MPR/1998 tentang GBHN
·
Tap No. X/MPR/1998 tentang Pokok-pokok Reformasi
pembangunan
·
TapNo.XI/MPR/1998tentangNegara bebasKKN
·
Tap No. XII/MPR/1998 tentang Masa jabatan
Presiden
·
TapNo.XIV/MPR/1998 tentang Pemilu 1999
·
Tap No. XV/MPR/1998 tentang Otonomi Daerah dan
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
·
Tap No. XVI/MPR/1998 tentang Demokrasi Ekonomi
·
Tap No. XVII/MPR. 1998 tentang Hak asasi Manusia
·
Tap No. XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan P4.
v Reformasi hukum dan hukum
reformatif
Di saat-saat krisis politik seperti kita alami
sekarang, di mana bangsa kita kelihatan sedang mencari-cari dan ingin menemukan
satu formal konstitusionalisme yang dapat disepakati oleh semua kekuatan
politik itu khususnya dan segenap bangsa kita umumnya, maka kondisi
interdependen antara politik dan hukum itu memerlukan penanganan dengan bijak
dan segera,agar bangsa dan masyarakat ini tidak berlarut-larut berada dalam
ketegangan sosial disebabkan oleh krisisi politik itu.
v Hukum dan Perekonomian
Pengalaman
kita dimasa lampau dan masih berakibat sampai sekarang,ialah peraturan hukum
berupa produk pimpinan eksekutif (Presiden) dalam bentuk Keputusan Presiden
(Keppres) banyak berlaku. Bahkan dilihat dari sudut kepentingan, kepentingan
ekonomis sangat dominan, di masa proteksi bagi ekonomi lemah sangat kurang,
sementara peluang usaha bagi perusahaanperusahaan besar prosedurnya sangat
mulus.Banyak perusahaan kecil terpinggir, juga l`han-lahan pertanian yang tadinya
dalam penguasaan rakyat menjadi tergusur digantikan oleh pabrik-pabrik dan
industri milik pengusaha besar.
E.
Pancasila
sebagai Paradigma Reformasi Pelaksanaan Hukum
Dalam
era reformasi pelaksanaan hukum harus didasarkan pada suatu nilai sebagai
landasan operasionalnya. Reformasi pada dasarnya untuk mengembalikan hakikat
dan fungsi negara pada tujuan semula yaitu melindungi seluruh bangsa dan
seluruh tumpah darah Indonesia. Negara pada hakikatnya secara formal harus
melindungi hak-hak warganya terutama hak kodrat sebagai suatu hak asasi yang
merupakan karunia Tuhan YME. Oleh karena itu pelanggaran terhadap hak asasi
manusia adalah sebagai pengingkaran terhadap dasar filosofis negara misalnya
pembungkaman demokrasi, penculikan, pembatasan berpendapat berserikat, berunjuk
rasa dan lain sebagainya.
Pelaksanaan hukum
pada masa reformasi harus benar-benar dapat mewujudkan negara demokrasi dengan
suatu supremasi hukum. Artinya pelaksanaan hukum harus mampu mewujudkan jaminan
atas terwujudnya keadilan (sila V) dalam suatu negara yaitu keseimbangan antara
hak dan kewajiban bagi setiap warga negara tidak memandang pangkat, jabatan,
golongan, etnisitas maupun agama. Setiap warga negara bersamaan kedudukannya di
muka hukum dan pemerintah (pasal 27 UUD 1945). Jaminan atas terwujudnya
keadilan bagi setiap warga negara dalam hidup bersama dalam suatu negara yang
meliputi seluruh unsur keadilan baik keadilan distributif, keadilan komulatif,
serta keadilan legal.
Konsekuensinya dalam pelaksanaan hukum aparat
penegak hukum terutama pihak kejaksaan adalah sebagai ujung tombaknya sehingga
harus benar-benar bersih dari praktek KKN.
F.
Pancasila
Sebagai Sumber Nilai Perubahan Hukum
Agar hukum berfungsi sebagai pelayanan
kebutuhan masyarakat maka hokum harus senantiasa diperbaharui agar actual atau
sesuai dengan keadaan serta kebutuhan masyarakat yang dilayaninya.
Sumber
hukum meliputi dua macam pengertian, (1) sumber formal hukum,yaitu sumber hukum
yang ditinjau dari bentuk dan tata cara penyusupan hukum,yang mengikat pada
komunitasnya missal: UU dan Perda.;dan (2) sumbar material hukum yaitu sebagai
sumber hukum yang menentukan meteri atau isi suatu norma hukum.
G.
Pancasila
sebagai Paradigma Reformasi Politik
Landasan aksiologis (sumber nilai) sistem
politik Indonesia adalah dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV yang berbunyi
" maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Undang-undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara
Republik Indonesia yang Berkedaulatan Rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan
yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan
Kerakyatan yang Dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.Jika dikaitkan dengan makna alinea II tentang cita-cita negara dan
kemerdekaan yaitu demokrasi (bebas, bersatu, berdaulat, adil dan makmur). Dasar
politik ini menunjukkan kepada kita bahwa bentuk dan bangunan kehidupan
masyarakat yang bersatu (sila III), demokrasi (sila IV), berkeadilan dan
berkemakmuran (sila V) serta negara yang memiliki dasar-dasar moral ketuhanan
dan kemanusiaan.
Nilai demokrasi
politik sebagaimana terkandung dalam Pancasila sebagai fondasi bangunan negara
yang dikehendaki oleh para pendiri negara kita dalam kenyataannya tidak
dilaksanakan berdasarkan suasana kerokhanian berdasarkan nilai-nilai tersebut.
Berdasarkan semangat dari UUD 1945 esensi demokrasi adalah :
·
Rakyat merupakan pemegang kedaulatan tertinggi
dalam negara.
·
Kedaulatan rakyat dijalankan sepenuhnya oleh
Majelis Permusyawaratan Rakyat.
·
Presiden
dan wakil presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dan karenanya
harus tunduk dan bertanggungjawab kepada MPR.
·
Produk hukum apapun yang dihasilkan oleh
Presiden, baik sendiri maupunbersama-sama lembaga lain kekuatannya berada di
bawah Majelis Permusyawatan Rakyat atau produk-produknya.
Prinsip-prinsip
demokrasi tersebut bilamana kita kembalikan pada nilai esensial yang terkandung
dalam Pancasila maka kedaulatan tertinggi negara adalah di tangan rakyat.
Rakyat adalah asal mula kekuasaan negara, oleh karena itu paradigma ini harus
merupakan dasar pijakan dalam reformasi. Reformasi kehidupan politik juga
dilakukan dengan meletakkan cita-cita kehidupan kenegara`n dan kebangsaan dalam
suatu kesatuan waktu yaitu nilai masa lalu, masa kini dan kehidupan masa yang
akan datang. Atas dasar inilah maka pertimbangan realistik sebagai unsur yang
sangat penting yaitu dinamika kehidupan masyarakat, aspirasi serta tuntutan
masyarakat yang senantiasa berkembang untuk menjamin tumbuh berkembangnya
demokrasi di negara Indonesia, karena faktor penting demokrasi dalam suatu
negara adalah partisipasi dari seluruh warganya. Dengan sendirinya kesemuanya
ini harus diletakkan dalam kerangka nilai-nilai yang dimiliki oleh masyarakat
itu sendiri sebagai filsafat hidupnya yaitu nilai-nilai Pancasila.
H. Pancasila
sebagai Paradigma Reformasi Ekonomi
Kebijaksanaan
yang selama ini diterapkan hanya mendasarkan pada pertumbuhan dan mengabaikan
prinsip nilai kesejahteraan bersama seluruh bangsa, dalam enyataannya hanya menyentuh kesejahteraan
sekelompok kecil orang bahkan penguasa. Pada era konomi global dewasa ini dalam
kenyataannya tidak mampu bertahan. Krisis ekonomi yang terjadi di dunia dan
melanda Indonesia mengakibatkan ekonomi Indonesia terpuruk, sehingga kepailitan
yang diderita oleh para pengusaha harus ditanggung oleh rakyat. Dalam kenyataannya
sektor ekonomi yang justru mampu bertahan pada masa krisis dewasa ini adalah
ekonomi kerakyatan, yaitu ekonomi yang berbasis pada usaha rakyat. Oleh karena
itu subsidi yang luar biasa banyaknya pada kebijaksanaan masa orde baru hanya
dinikmati oleh sebagian kecil orang yaitu sekelompok konglomerat, sedangkan
bilamana mengalami kebangkrutan seperti saat ini rakyatlah yang banyak
dirugikan. Oleh karena itu rekapitalisasi pengusaha pada masa krisis dewasa ini
sama halnya dengan rakyat banyak membantu pengusaha yang sedang terpuruk.
Langkah yang
strategis dalam upaya melakukan reformasi ekonomi yang berbasis pada ekonomi
rakyat yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila yang mengutamakan kesejahteraan
seluruh bangsa adalah sebagai berikut :
·
Keamanan pangan dan mengembalikan kepercayaan,
yaitu dilakukan dengan program "social safety net" yang popular
dengan program Jaring Pengaman Sosial (JPS). Sementara untuk mengembalikan
kepercayaan rakyat terhadap pemerintah, maka pemerintah harus secara konsisten
menghapuskan KKN, serta mengadili bagi oknum pemerintah masa orde baru yang
melakukan pelanggaran.
·
Program rehabilitasi dan pemulihan ekonomi.
Upaya ini dilakukan dengan menciptakan kondisi kepastian usaha, yaitu dengan
diwujudkan perlindungan hukum serta undang-undang persaingan yang sehat. Untuk
itu pembenahan dan penyehatan dalam sektor perbankan menjadi prioritas utama,
karena perbankan merupakan jantung perekonomian.
·
Transformasi struktur, yaitu guna memperkuat
ekonomi rakyat maka perlu diciptakan sistem untuk mendorong percepatan
perubahan struktural (structural transformation). Transformasi struktural ini
meliputi proses perubahan dari ekonomi tradisional ke ekonomi modern, dari
ekonomi lemah ke ekonomi yang tangguh, dari ekonomi subsistem ke ekonomi pasar,
dari ketergantungan kepada kemandirian, dari orientasi dalam negeri ke
orientasi ekspor.
Dengan
sendirinya intervensi birokrat pemerintahan yang ikut dalam proses ekonomi
melalui monopoli demi kepentingan pribadi harus segera diakhiri. Dengan sistem
ekonomi yang mendasarkan nilai pada upaya terwujudnya kesejahteraan seluruh
bangsa maka peningkatan kesejahteraan akan dirasakan oleh sebagian besar
rakyat, sehingga dapat mengurangi kesenjangan ekonomi.
I. Garis Politik Pasca Reformasi
·
Rezim Habibie
Habibie dinilai banyak mengundang
kontroversial berbagai pihak. Berkenaan dengan ini berbagai aksi dilancarkan meminta
untuk dicabutnya beberapa Tap MPR. Pertama, TAP MPR RI No. IV/MPR/1998
Tentang Pengangkatan Presiden, Kedua TAP MPR V/MPR/1998 Tentang
Pemberian Tugas dan Wewenang Khusus kepada Presiden atau Mandataris MPR dalam
rangka penyuksesan dan pengamanan pembangunan nasional sebagai pengalaman
Pancasila, Ketiga Tap MPR No II / MPR/1998 Tentang GBHN dan segera
menetapkan GBHN Reformasi yang lebih sesuai dengan kondisi bangsa dan negara
menuju reformasi.
Dengan kekuatan dari
berbagai pihak yang melihat ketidak seriusan Habibie menjalankan reformasi
terutama mengusut kasus korupsi Soeharto menjadi tuntutan yang mendesak untuk
segera dilakukannya Sidang Istimewa. Dan Sidang Istimewa ini pula yang
menggiring Habibie turun dari kekuasaannya.
·
Rezim Abdurrahman Wahi
Pemerintahan
Abdurrahman Wahid berakhir setelah Sidang Istimewa MPR tanggal 21 Juli 2001. Sidang Istimewa itu
disusul Dekrit Presiden tgl 22 Juli 2001 yang menyatakan pertama pembubaran
DPR/MPR, kedua pembekuan Partai Golkar dan ketiga Percepatan
Pemilu. MA kemudian mengeluarkan fatwa untuk menolak Dekrit tersebut dan
menyatakan presiden melampaui batas kewenangannya dan berdasarkan UUD 1945
Presiden tidak berhak untuk membubarkan DPR/MPR, pembekuan Partai Golkar dan
melakukan percepatan Pemilu.
·
Rezim Megawati
Pemerintahan
Megawatipun mendapat sorotan ketika penunjukkan Jaksa Agung M.A Rahman
menggantikan almarhumah Baharudin Lopa. M.A Rahman sendiri mempunyai catatan
yang kurang baik ketika mencatat Ketua Tim Penyidik Gabungan Kasus Pelanggaran
HAM Timor-Timur, Tanjung Priok dan Abepura. Demikian juga dalam kasus KKN,
tidak ada ketegasan sikap dari Megawati. Justru yang lebih memalukan lagi
terlibatnya Akbar Tanjung dalam kasus Bulloggate. Garis politik setiap rezim
ternyata tidak ada bedanya. Tujuannya sama untuk melanggengkan kekuasaannya.
Demikian pula yang terjadi dengan Megawati. Menyikapi adanya tuntutan untuk
melakukan perubahan UUD 1945, justru Megawati sebagai Ketua PDI-P meminta untuk
melakukan penundaan pembahasan perubahan UUD 1945. Sementara tuntutan dari
masyarakat sangat mendesak untuk melakukan perubahan UUD 1945 karena sudah
tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pada hakikatnya
reformasi adalah mengembalikan tatanan kenegaraan kearah sumber nilai yang
merupakan platform kehidupan bersama bangsa Indonesia, yang selama ini
diselewengkan demi kekuasaan sekelompok orang, baik pada masa orde lama maupun
orde baru. Reformasi itu harus memiliki tujuan, dasar, cita-cita serta platform
yang jelas dan bagi bangsa Indonesia nilai-nilai Pancasila itulah yang
merupakan paradigma reformasi total tersebut.
Maka pada prinsipnya, tuntutan reformasi
sistem manajemen kehidupan bangsa secara menyeluruh itulah yang memerlukan
adanya reformasi kebijakan politik dan reformasi sistem hukum, supaya manajemen
nasional itu dapat dikembalikan kepada sistem menurut konsep dasarnya sendiri
secara konstitusional.
B.Saran
Dalam pembentukan suatu makalah saya ini mungkin masih banyak kekurangan
dan jauh dari sempurna , oleh sebab itu jika ada suatu yang kurang dari makalah
saya , berilah saran dan masukan kepada. Agar dalam pembuatan makalah
berikutnya saya lebih baik dan seperti apa yang di inginkan saya dan pembaca
makalah yang saya buat berikutnya .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar