Cinta Itu Indah Tetapi Tidak Semua Keindahan Itu Mengandung Cinta

Jumat, 02 Maret 2012

Makalah Pancasila


BAB I
PENDAHULUAN
1.Latar Belakang
Reformasi yang terus berproses, hingga kini telah ditandai oleh sejumlah perubahan kebijakan negara mulai dari tingkat peraturan perundang-undangan (undang-undang) sampai undang-undang dasar (UUD 1945). Perubahan kebijakan negara, selain sudah menjadi tuntutan dan kehendak reformasi, juga bertujuan hendak menata ulang sistem kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang selama ini tidak demokratis. Dimana sebelumnya, sepanjang masa orde baru desain kebijakan negara yang dibuat hanya untuk melegitimasi kepentingan penguasa yang dipakai sebagai sarana merepresi hak-hak rakyat. Paradigma adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan. Suatu paradigma mengandung sudut pandang, kerangka acuan yang harus dijalankan oleh ilmuwan yang mengikuti paradigma tersebut. Dengan suatu paradigma atau sudut pandang dan kerangka acuan tertentu, seorang ilmuwan dapat menjelaskan sekaligus menjawab suatu masalah dalam ilmu pengetahuan. Sejumlah kebijakan negara yang telah dibuat pemerintah bersama DPR, sejak Pemerintahan Habibie (Mei 1998 - Oktober 1999) hingga pemerintahan Megawati (2001 - sekarang) diantaranya yang terpenting adalah UU dibidang politik, UU tentang Pers, Kekuasaan Kehakiman, HAM dan Pengadilan HAM, Pemberantasan Korupsi/KKN, Otonomi Daerah serta UU tentang Kepolisian. Selain itu, UUD 1945 yang dahulu disakralkan telah diubah oleh MPR dan telah memasuki tahap ke-empat atau fase terakhir dari seluruh perubahan UUD 1945.
Istilah paradigma makin lama makin berkembang tidak hanya di bidang ilmu pengetahuan, tetapi pada bidang lain seperti bidang politik, hukum, sosial dan ekonomi. Paradigma kemudian berkembang dalam pengertian sebagai kerangka pikir, kerangka bertindak, acuan, orientasi, sumber, tolok ukur, parameter, arah dan tujuan. Sesuatu dijadikan paradigma berarti sesuatu itu dijadikan sebagai kerangka, acuan, tolok ukur, parameter, arah, dan tujuan dari sebuah kegiatan. Dengan demikian, paradigma menempati posisi tinggi dan penting dalam melaksanakan segala hal dalam kehidupan manusia.






BAB II

PEMBAHASAN



Pancasila sebagai Paradigma Reformasi
Negara Indonesia ingin mengadakan suatu perubahan, yaitu menata kembali kehidupan berbangsa dan bernegara demi terwujudnya masyarakat madani yang sejahtera, masyarakat yang bermartabat kemanusiaan yang menghargai hak-hak asasi manusia, masyarakat yang demokratis yang bermoral religius serta masyarakat yang bermoral kemanusiaan dan beradab. Munculnya reformasi seolah menandai adanya jaman baru bagi perkembangan perpolitikan nasional sebagai anti-tesis dari Orde Baru yang dikatakan sebagai pemerintahan korup dan menindas, dengan konformitas ideologinya.
Pada hakikatnya reformasi adalah mengembalikan tatanan kenegaraan kearah sumber nilai yang merupakan platform kehidupan bersama bangsa Indonesia, yang selama ini diselewengkan demi kekuasaan sekelompok orang, baik pada masa orde lama maupun orde baru. Proses reformasi walaupun dalam lingkup pengertian reformasi total harus memiliki platform dan sumber nilai yang jelas dan merupakan arah, tujuan, serta cita-cita yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Reformasi itu harus memiliki tujuan, dasar, cita-cita serta platform yang jelas dan bagi bangsa Indonesia nilai-nilai Pancasila itulah yang merupakan paradigma reformasi total tersebut.
 Maka pada prinsipnya, tuntutan reformasi sistem manajemen kehidupan bangsa secara menyeluruh itulah yang memerlukan adanya reformasi kebijakan politik dan reformasi sistem hukum, supaya manajemen nasional itu dapat dikembalikan kepada sistem menurut konsep dasarnya sendiri secara konstitusional.

A.                Arah Langkah Reformasi
Secara teori setidak-tdaknya ada dua metode pilihan untuk memperbaharui keadaan pemerintah yang demikian kondisinya.
Pertama:
Melakukan revolusi total dengan gerak cepat memperbaharui segala sesuatunya, mulai dari penemuan konstitusi sebagai induk hukum kenegaraan yang kemudian disusul oleh reformasi kelembagaan-baik di level pusatmaupun daerah.




Kedua:
Dengan cara menciptakan kondisi temporer dan transisional, untuk
kemudian secara gradual mereformasi struktur kekuasaan dan garis kebijakanpolitik dengan paradigma baru, sesuai dengan tuntutan masyarakat dan rakyat yang tadinya diperintah secara tidak wajar.
Oleh karena itulah, maka menurut pemikhran dan kebijakan yang rasional,untuk keberhasilan langkah-langkah reformasi itu, diperlukan kondisi yang tenang, kontak-kontak sosial yang toleran, untuk secara kekeluargaan dan musyawarah menyusun konsep kebijakan yang baru dan merealisirnya secara teratur, tertib, dan terhormat, selaku bangsa yang memiliki nilai-nilai luhur dan keprib`dian sebagai manusia dan warga yang beriman dan bertaqwa.dimana prinsip-prinsip kebijakan antara lain:
·           Kedaulatan Rakyat Dengan Prinsip Partisipatif Langsung Dan Penghormatan Hak Asasi Untuk Mengubah Paradigma “State Oriented”, “Kedaulatan Reprentative” Dan “Paham Integralistik”
·            Negara Hukum Dengan Prinsip Penegakan Supremasi Hukum Yang Adil, Responsive dan Akomodatif Untuk Mengubah Paradigma Negara Kekuasaan.
·            Pembagian Kekuasaan Dengan Prinsip Keseimbangan Dan Kontrol Atau “Power Limit Of Power” Untuk Mengubah Paradigma Pemusatan
·           Desentralisasi Dengan Semangat Penguatan Basis Lokal Untuk Mengubah Paradigma Sentralisasi Atau Desentralisasi Yang Tidak Memberdayakan Dan Memandirikan Masyarakat.
·           Pluralistik Dengan Semangat Toleransi dan Anti Diskriminasi Untuk Mengubah Konsepsi Paradigma Monolistik.
           
B.                  Gerakan Reformasi
Pelaksanaan GBHN 1998 pada pembangunan Jangka Panjang II Pelita ke tujuh bangsa Indonesia menghadapi bencana hebat, yaitu dampak krisis ekonomi Asia terutama Asia Tenggara sehingga menyebabkan stabilitas politik menjadi goyah. Sistem politik dikembangkan kearah sistem "Birokratik Otoritarian" dan suatu sistem "Korporatik". Sistem ini ditandai dengan konsentrasi kekuasaan dan partisipasi didalam pembuatan keputusan-keputusan nasional yang berada hampir seluruhnya pada tangan penguasa negara, kelompok militer, kelompok cerdik cendikiawan dan kelompok pengusaha oligopolistik dan bekerjasama dengan mayarakat bisnis internasional.Awal keberhasilan gerakan reformasi tersebut ditandai dengan mundurnya Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998, yang kemudian disusul dengan dilantiknya Wakil Presiden Prof. Dr. B.J. Habibie menggantikan kedudukan Presiden. Kemudian diikuti dengan pembentukan Kabinet Reformasi pembangunan Pemerintahan Habibie inilah yang merupakan pemerintahan transisi yang akan mengantarkan rakyat Indonesia untuk melakukan reformasi secara menyeluruh, terutama perubahan paket UU politik tahun 1985, kemudian diikuti dengan reformasi ekonomi yang menyangkut perlindungan hukum. Yang lebih mendasar reformasi dilakukan pada kelembagaan tinggi dan tertinggi negara yaitu pada susunan DPR dan MPR, yang dengan sendirinya harus dilakukan melalui Pemilu secepatnya dan di awalai perubahan:
·         UU tentang susunan dari kedudukan MPR,DPR,dan DPRD (UU No.16/ 1969jis UU No. 5/1975 dan UU No.2/1989).
·         UU tentang partai politik dan golongan karya (UU No.3/1975,jo.UU No. 3/1985).
·         UU tentang pemilihan umum (UU No.16/1969 jis UU No.4/1975, UU No.2/1980 dan UU No.1/1985)
Reformasi UU politik tersebut harus benea benar dapat mewujudkan politik yang demokratis sesuai dengan kehendak pasal 1 ayat (2) UUD 1945.

v  Gerakan Reformasi dan Ideologi Pancasila
Arti Reformasi secara etimologis berasal dari kata reformation dengan akar kata reform yang artinya "make or become better by removing or putting right what is bad or wrong". Secara harfiah reformasi memiliki arti suatu gerakan untuk memformat ulang, menata ulang atau menata kembali hal-hal yang menyimpang untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang dicita-citakan rakyat. Oleh karena itu suatu gerakan reformasi memiliki kondisi syarat-syarat sebagai berikut :
a)      Suatu gerakan reformasi dilakukan karena adanya suatu penyimpangan-penyimpangan.Misalnya pada masa orde baru, asas kekeluargaan menjadi nepotisme, kolusi dan korupsi yang tidak sesuai dengan makna dan semangat UUD 1945.
b)      Suatu gerakan reformasi dilakukan harus dengan suatu cita-cita yang jelas (landasan ideologis) tertentu. Dalam hal ini Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia.
c)      Suatu gerakan reformasi dilakukan dengan berdasarkan pada suatu kerangka struktural tertentu (dalam hal ini UUD) sebagai kerangka acuan reformasi.
d)      Reformasi dilakukan ke arah suatu perubahan kondisi serta keadaan yang lebih baik dalam segala aspek antara lain bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, serta kehidupan keagamaan.
e)      Reformasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan etika sebagai manusia yang berketuhanan Yang Maha Esa, serta terjaminnya persatuan dan kesatuan bangsa.

C.                Pancasila sebagai Dasar Cita-cita Reformasi
Menurut Hamengkubuwono X, gerakan reformasi harus tetap diletakkan dalam kerangka perspektif Pancasila sebagai landasan cita-cita dan ideologi sebab tanpa adanya suatu dasar nilai yang jelas maka suatu reformasi akan mengarah pada suatu disintegrasi, anarkisme, brutalisme pada akhirnya menuju pada kehancuran bangsa dan negara Indonesia. Maka reformasi dalam perspektif Pancasila pada hakikatnya harus berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Ada secara rinci sebagai berikut.:
·         Reformasi yang berketuhanan yang maha esa yang berarti bahwa suatu gerakan kea rah perubahan harus mengarah pada suatu kondisi yang lebih baik bagi kehidupan manusia sebagai mahkluk tuhan.maka reformasi harus berlandaskan moral religiusdan hasil reformasiharus meningkatkan kehidupan keagamaan.
·         Reformasi yang berkemanusiaan yang adil dan beradab yang berarti bahwa Reformasi harus dilakukan dengan dasar-dasar nilai-nilai martabat
Manusia yang berdab.oleh karena itu reformasi harus dilandasi oleh moral
Yang menghargai nilai-nilai kemanusiaan,kemanusiaan yang luhur, menjujung tinggi nilai-nilai kemanusiaan
·         Reformasi harus berdasarkan pada nilai-nilai pesatuan.Reformasi harus      menjamin tetap tegaknya Negara dan bangsa Indonesia.
·         Semangat dan jiwa reformasi harus berakar pada asas kerakyatan sebab justru permasalahan dasar gerakan reformasi adalah pada prinsip kerakyatan.
·         Visi dasar reformasi harus jelas, yaitu demi terwujudnya keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pancasila sebagai sebagai sumber nilai memiliki sifat yang reformatif artinya memiliki aspek pelaksanaan yang senantiasa mampu menyesuaikan dengan dinamika aspirasi rakyat. Dalam mengantisipasi perkembangan jaman yaitu dengan jalan menata kembali kebijaksanaan-kebijaksanaan yang tidak sesuai dengan aspirasi rakyat.

D.                Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Hukum
Setelah peristiwa 21 Mei 1998 saat runtuhnya kekuasaan Orde Baru, salah satu subsistem yang mengalami kerusakan parah adalah bidang hukum. Produk hukum baik materi maupun penegaknya dirasakan semakin menjauh dari nilai-nilai kemanusiaan, kerakyatan serta keadilan.Kerusakan atas subsistem hukum yang sangat menentukan dalam berbagai bidang misalnya, politik, ekonomi dan bidang lainnya maka bangsa Indonesia ingin melakukan suatu reformasi, menata kembali subsistem yang mengalami kerusakan tersebut.

Reformasi dalam bidang hukum mempunyai arti penting guna membangun desain kelembagaan negara demokratik. Dalam membangun sistem politik demokrasi yang dicita-citakan, hukum harus memberi kerangka struktur organisasi formal bagi bekerjanya pranata-pranata politik, juga menumbuhkan akuntabilitas normatif dalam proses pengambilan keputusan dan meningkatkan kapasitas sebagai sarana penyelesaian konflik politik. Upaya-upaya reformasi hukun diartikan tidak saja sebagai penggantian atau pembaharuan perundang-undangan akan tetapi juga perubahan asumsi dasar dari sebuah tata hukum yang berlandaskan ide-ide diskriminatif dan ketidakmerataan sosial menjadi ide-ide persamaan dimuka hukum dan keadilan sosial. Reformasi hukum juga mengandung makna dipilihnya strategi adaptasi atas perkembangan nilai-nilai hukum yang secara internasional disepakati.
v  Dasar Yuridis Reformasi Hukum
Reformasi total sering disalah artikan sebagai dapat melakukan perubahan dalam bidang apapun dengan jalan apapun. Jika demikian maka kita akan menjadi bangsa yang tidak beradab, tidak berbudaya, masyarakat tanpa hukum, menurut Hobbes disebut keadaan "homo homini lupus", manusia akan menjadi serigala manusia lainnya dan hukum yang berlaku adalah hukum rimba.UUD 1945 beberapa pasalnya dalam praktek penyelenggaraan negara bersifat multi interpretable (penafsiran ganda), dan memberikan porsi kekuasaan yang sangat besar kepada presiden (executive heavy). Akibatnya memberikan kontribusi atas terjadinya krisis politik serta mandulnya fungsi hukum dalam negara RI.
Berdasarkan isi yang terkandung dalam Penjelasan UUD 1945, Pembukaan UUD 1945 menciptakan pokok-pokok pikiran yang dijabarkan dalam pasal-pasal UUD 1945 secara normatif. Pokok-pokok pikiran tersebut merupakan suasana kebatinan dari UUD dan merupakan cita-cita hukum yang menguasai baik hukum dasar tertulis (UUD 1945) maupun hukum dasar tidak tertulis (Konvensi).
Selain itu dasar yuridis Pancasila sebagai paradigma reformasi hukum adalah Tap MPRS No.XX/MPRS/1966 yang menyatakan bahwa Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, yang berarti sebagai sumber produk serta proses penegakan hukum yang harus senantiasa bersumber pada nilai-nilai Pancasila dan secara eksplisit dirinci tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia yang bersumber pada nilai-nilai Pancasila.
Berbagai macam produk peraturan perundang-undangan yang telah dihasilkan dalam reformasi hukum antara lain :
·         UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik
·         UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu
·         UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD
·         UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
·         UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan  Daerah
·         UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN.
Pada tingkatan Ketetapan MPR telah dilakukan reformasi hukum melalui Sidang Istimewa MPR pada bulan Nopember 1998 yang menghasilkan ketetapan- ketetapan:
·         Tap No. VIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Referendum
·         Tap No. IX/MPR/1998 tentang GBHN
·         Tap No. X/MPR/1998 tentang Pokok-pokok Reformasi pembangunan
·         TapNo.XI/MPR/1998tentangNegara bebasKKN
·         Tap No. XII/MPR/1998 tentang Masa jabatan Presiden
·         TapNo.XIV/MPR/1998 tentang Pemilu 1999
·         Tap No. XV/MPR/1998 tentang Otonomi Daerah dan Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
·         Tap No. XVI/MPR/1998 tentang Demokrasi Ekonomi
·         Tap No. XVII/MPR. 1998 tentang Hak asasi Manusia
·         Tap No. XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan P4.
v  Reformasi hukum dan hukum reformatif
Di saat-saat krisis politik seperti kita alami sekarang, di mana bangsa kita kelihatan sedang mencari-cari dan ingin menemukan satu formal konstitusionalisme yang dapat disepakati oleh semua kekuatan politik itu khususnya dan segenap bangsa kita umumnya, maka kondisi interdependen antara politik dan hukum itu memerlukan penanganan dengan bijak dan segera,agar bangsa dan masyarakat ini tidak berlarut-larut berada dalam ketegangan sosial disebabkan oleh krisisi politik itu.

v  Hukum dan Perekonomian
Pengalaman kita dimasa lampau dan masih berakibat sampai sekarang,ialah peraturan hukum berupa produk pimpinan eksekutif (Presiden) dalam bentuk Keputusan Presiden (Keppres) banyak berlaku. Bahkan dilihat dari sudut kepentingan, kepentingan ekonomis sangat dominan, di masa proteksi bagi ekonomi lemah sangat kurang, sementara peluang usaha bagi perusahaanperusahaan besar prosedurnya sangat mulus.Banyak perusahaan kecil terpinggir, juga l`han-lahan pertanian yang tadinya dalam penguasaan rakyat menjadi tergusur digantikan oleh pabrik-pabrik dan industri milik pengusaha besar.

E.                 Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Pelaksanaan Hukum
Dalam era reformasi pelaksanaan hukum harus didasarkan pada suatu nilai sebagai landasan operasionalnya. Reformasi pada dasarnya untuk mengembalikan hakikat dan fungsi negara pada tujuan semula yaitu melindungi seluruh bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Negara pada hakikatnya secara formal harus melindungi hak-hak warganya terutama hak kodrat sebagai suatu hak asasi yang merupakan karunia Tuhan YME. Oleh karena itu pelanggaran terhadap hak asasi manusia adalah sebagai pengingkaran terhadap dasar filosofis negara misalnya pembungkaman demokrasi, penculikan, pembatasan berpendapat berserikat, berunjuk rasa dan lain sebagainya.
Pelaksanaan hukum pada masa reformasi harus benar-benar dapat mewujudkan negara demokrasi dengan suatu supremasi hukum. Artinya pelaksanaan hukum harus mampu mewujudkan jaminan atas terwujudnya keadilan (sila V) dalam suatu negara yaitu keseimbangan antara hak dan kewajiban bagi setiap warga negara tidak memandang pangkat, jabatan, golongan, etnisitas maupun agama. Setiap warga negara bersamaan kedudukannya di muka hukum dan pemerintah (pasal 27 UUD 1945). Jaminan atas terwujudnya keadilan bagi setiap warga negara dalam hidup bersama dalam suatu negara yang meliputi seluruh unsur keadilan baik keadilan distributif, keadilan komulatif, serta keadilan legal.
 Konsekuensinya dalam pelaksanaan hukum aparat penegak hukum terutama pihak kejaksaan adalah sebagai ujung tombaknya sehingga harus benar-benar bersih dari praktek KKN.

F.                 Pancasila Sebagai Sumber Nilai Perubahan Hukum
Agar hukum berfungsi sebagai pelayanan kebutuhan masyarakat maka hokum harus senantiasa diperbaharui agar actual atau sesuai dengan keadaan serta kebutuhan masyarakat yang dilayaninya.
Sumber hukum meliputi dua macam pengertian, (1) sumber formal hukum,yaitu sumber hukum yang ditinjau dari bentuk dan tata cara penyusupan hukum,yang mengikat pada komunitasnya missal: UU dan Perda.;dan (2) sumbar material hukum yaitu sebagai sumber hukum yang menentukan meteri atau isi suatu norma hukum.

G.                Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik
      Landasan aksiologis (sumber nilai) sistem politik Indonesia adalah dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV yang berbunyi " maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang Berkedaulatan Rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang Dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.Jika dikaitkan dengan makna alinea II tentang cita-cita negara dan kemerdekaan yaitu demokrasi (bebas, bersatu, berdaulat, adil dan makmur). Dasar politik ini menunjukkan kepada kita bahwa bentuk dan bangunan kehidupan masyarakat yang bersatu (sila III), demokrasi (sila IV), berkeadilan dan berkemakmuran (sila V) serta negara yang memiliki dasar-dasar moral ketuhanan dan kemanusiaan.
Nilai demokrasi politik sebagaimana terkandung dalam Pancasila sebagai fondasi bangunan negara yang dikehendaki oleh para pendiri negara kita dalam kenyataannya tidak dilaksanakan berdasarkan suasana kerokhanian berdasarkan nilai-nilai tersebut. Berdasarkan semangat dari UUD 1945 esensi demokrasi adalah :
·         Rakyat merupakan pemegang kedaulatan tertinggi dalam negara.
·         Kedaulatan rakyat dijalankan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
·          Presiden dan wakil presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dan karenanya harus tunduk dan bertanggungjawab kepada MPR.
·         Produk hukum apapun yang dihasilkan oleh Presiden, baik sendiri maupunbersama-sama lembaga lain kekuatannya berada di bawah Majelis Permusyawatan Rakyat atau produk-produknya.
Prinsip-prinsip demokrasi tersebut bilamana kita kembalikan pada nilai esensial yang terkandung dalam Pancasila maka kedaulatan tertinggi negara adalah di tangan rakyat. Rakyat adalah asal mula kekuasaan negara, oleh karena itu paradigma ini harus merupakan dasar pijakan dalam reformasi. Reformasi kehidupan politik juga dilakukan dengan meletakkan cita-cita kehidupan kenegara`n dan kebangsaan dalam suatu kesatuan waktu yaitu nilai masa lalu, masa kini dan kehidupan masa yang akan datang. Atas dasar inilah maka pertimbangan realistik sebagai unsur yang sangat penting yaitu dinamika kehidupan masyarakat, aspirasi serta tuntutan masyarakat yang senantiasa berkembang untuk menjamin tumbuh berkembangnya demokrasi di negara Indonesia, karena faktor penting demokrasi dalam suatu negara adalah partisipasi dari seluruh warganya. Dengan sendirinya kesemuanya ini harus diletakkan dalam kerangka nilai-nilai yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri sebagai filsafat hidupnya yaitu nilai-nilai Pancasila.

 H.       Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Ekonomi
Kebijaksanaan yang selama ini diterapkan hanya mendasarkan pada pertumbuhan dan mengabaikan prinsip nilai kesejahteraan bersama seluruh bangsa, dalam  enyataannya hanya menyentuh kesejahteraan sekelompok kecil orang bahkan penguasa. Pada era konomi global dewasa ini dalam kenyataannya tidak mampu bertahan. Krisis ekonomi yang terjadi di dunia dan melanda Indonesia mengakibatkan ekonomi Indonesia terpuruk, sehingga kepailitan yang diderita oleh para pengusaha harus ditanggung oleh rakyat. Dalam kenyataannya sektor ekonomi yang justru mampu bertahan pada masa krisis dewasa ini adalah ekonomi kerakyatan, yaitu ekonomi yang berbasis pada usaha rakyat. Oleh karena itu subsidi yang luar biasa banyaknya pada kebijaksanaan masa orde baru hanya dinikmati oleh sebagian kecil orang yaitu sekelompok konglomerat, sedangkan bilamana mengalami kebangkrutan seperti saat ini rakyatlah yang banyak dirugikan. Oleh karena itu rekapitalisasi pengusaha pada masa krisis dewasa ini sama halnya dengan rakyat banyak membantu pengusaha yang sedang terpuruk.
Langkah yang strategis dalam upaya melakukan reformasi ekonomi yang berbasis pada ekonomi rakyat yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila yang mengutamakan kesejahteraan seluruh bangsa adalah sebagai berikut :
·         Keamanan pangan dan mengembalikan kepercayaan, yaitu dilakukan dengan program "social safety net" yang popular dengan program Jaring Pengaman Sosial (JPS). Sementara untuk mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah, maka pemerintah harus secara konsisten menghapuskan KKN, serta mengadili bagi oknum pemerintah masa orde baru yang melakukan pelanggaran.
·         Program rehabilitasi dan pemulihan ekonomi. Upaya ini dilakukan dengan menciptakan kondisi kepastian usaha, yaitu dengan diwujudkan perlindungan hukum serta undang-undang persaingan yang sehat. Untuk itu pembenahan dan penyehatan dalam sektor perbankan menjadi prioritas utama, karena perbankan merupakan jantung perekonomian.
·         Transformasi struktur, yaitu guna memperkuat ekonomi rakyat maka perlu diciptakan sistem untuk mendorong percepatan perubahan struktural (structural transformation). Transformasi struktural ini meliputi proses perubahan dari ekonomi tradisional ke ekonomi modern, dari ekonomi lemah ke ekonomi yang tangguh, dari ekonomi subsistem ke ekonomi pasar, dari ketergantungan kepada kemandirian, dari orientasi dalam negeri ke orientasi ekspor.
Dengan sendirinya intervensi birokrat pemerintahan yang ikut dalam proses ekonomi melalui monopoli demi kepentingan pribadi harus segera diakhiri. Dengan sistem ekonomi yang mendasarkan nilai pada upaya terwujudnya kesejahteraan seluruh bangsa maka peningkatan kesejahteraan akan dirasakan oleh sebagian besar rakyat, sehingga dapat mengurangi kesenjangan ekonomi.
I.          Garis Politik Pasca Reformasi
·         Rezim Habibie
          Habibie dinilai banyak mengundang kontroversial berbagai pihak. Berkenaan   dengan ini berbagai aksi dilancarkan meminta untuk dicabutnya beberapa Tap MPR. Pertama, TAP MPR RI No. IV/MPR/1998 Tentang Pengangkatan Presiden, Kedua TAP MPR V/MPR/1998 Tentang Pemberian Tugas dan Wewenang Khusus kepada Presiden atau Mandataris MPR dalam rangka penyuksesan dan pengamanan pembangunan nasional sebagai pengalaman Pancasila, Ketiga Tap MPR No II / MPR/1998 Tentang GBHN dan segera menetapkan GBHN Reformasi yang lebih sesuai dengan kondisi bangsa dan negara menuju reformasi.
Dengan kekuatan dari berbagai pihak yang melihat ketidak seriusan Habibie menjalankan reformasi terutama mengusut kasus korupsi Soeharto menjadi tuntutan yang mendesak untuk segera dilakukannya Sidang Istimewa. Dan Sidang Istimewa ini pula yang menggiring Habibie turun dari kekuasaannya.
·         Rezim Abdurrahman Wahi
Pemerintahan Abdurrahman Wahid berakhir setelah Sidang Istimewa MPR        tanggal 21 Juli 2001. Sidang Istimewa itu disusul Dekrit Presiden tgl 22 Juli 2001 yang menyatakan pertama pembubaran DPR/MPR, kedua pembekuan Partai Golkar dan ketiga Percepatan Pemilu. MA kemudian mengeluarkan fatwa untuk menolak Dekrit tersebut dan menyatakan presiden melampaui batas kewenangannya dan berdasarkan UUD 1945 Presiden tidak berhak untuk membubarkan DPR/MPR, pembekuan Partai Golkar dan melakukan percepatan Pemilu.
·         Rezim Megawati
Pemerintahan Megawatipun mendapat sorotan ketika penunjukkan Jaksa Agung M.A Rahman menggantikan almarhumah Baharudin Lopa. M.A Rahman sendiri mempunyai catatan yang kurang baik ketika mencatat Ketua Tim Penyidik Gabungan Kasus Pelanggaran HAM Timor-Timur, Tanjung Priok dan Abepura. Demikian juga dalam kasus KKN, tidak ada ketegasan sikap dari Megawati. Justru yang lebih memalukan lagi terlibatnya Akbar Tanjung dalam kasus Bulloggate. Garis politik setiap rezim ternyata tidak ada bedanya. Tujuannya sama untuk melanggengkan kekuasaannya. Demikian pula yang terjadi dengan Megawati. Menyikapi adanya tuntutan untuk melakukan perubahan UUD 1945, justru Megawati sebagai Ketua PDI-P meminta untuk melakukan penundaan pembahasan perubahan UUD 1945. Sementara tuntutan dari masyarakat sangat mendesak untuk melakukan perubahan UUD 1945 karena sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat.








BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada hakikatnya reformasi adalah mengembalikan tatanan kenegaraan kearah sumber nilai yang merupakan platform kehidupan bersama bangsa Indonesia, yang selama ini diselewengkan demi kekuasaan sekelompok orang, baik pada masa orde lama maupun orde baru. Reformasi itu harus memiliki tujuan, dasar, cita-cita serta platform yang jelas dan bagi bangsa Indonesia nilai-nilai Pancasila itulah yang merupakan paradigma reformasi total tersebut.
 Maka pada prinsipnya, tuntutan reformasi sistem manajemen kehidupan bangsa secara menyeluruh itulah yang memerlukan adanya reformasi kebijakan politik dan reformasi sistem hukum, supaya manajemen nasional itu dapat dikembalikan kepada sistem menurut konsep dasarnya sendiri secara konstitusional.

B.Saran
       Dalam pembentukan suatu makalah saya ini mungkin masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna , oleh sebab itu jika ada suatu yang kurang dari makalah saya , berilah saran dan masukan kepada. Agar dalam pembuatan makalah berikutnya saya lebih baik dan seperti apa yang di inginkan saya dan pembaca makalah yang saya buat berikutnya .



Tidak ada komentar:

Posting Komentar